Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2014

Teruntuk Saya

Teruntuk Saya. Hai Saya. Sudah sejauh mana kamu berjalan? Sudah selelah apa kamu rasakan? Tak usah takut saya, kamu tak pernah sendiri karena aku akan selalu bersamamu. Tenang saya, janji ku sunggu. Tak seperti janji mereka yang hadir, kemudian pergi setelah membuatmu merasakan apa itu getir. Cukup yakinkan dirimu saya, bahwa aku selalu hadir. Tak usah ragu bertanya padaku disaat kamu merasa kebingungan. Tak usah sungkan bercerita padaku disaat kamu merasa ketakutan. Hai Saya. Kenapa kamu menutup telinga? Sudah lelah kah mendengar Aku bercerita? Padahal aku hanya ingin memberitahumu apa yang seharusnya kamu lakukan. Saya, sesekali dengarkanlah aku, kata hati mu. Dari Aku.

Untuk Seseorang di Masa Lalu

Untuk Seseorang di Masa Lalu. Hai. Apa kabar? Semoga kamu baik-baik saja. Entah kenapa malam ini tiba-tiba kamu hadir difikiranku. Padahal, ini sudah lama sekali sejak terakhir kali kita bertemu. Kira-kira, 6 atau 7 tahun yang lalu. Ini sudah lama sekali, bukan? Sekarang saja umurku sudah 16 tahun dan beberapa bulan lagi aku akan berulangtahun yang ke-17. Hmmm, kalau tak salah tahun ini kamu akan berulangtahun yang ke-18, kan? Aku tak menyangka akan mengingatmu sedetail ini. Aku juga masih ingat saat pertama kali kita bertemu. Kamu adalah murid baru disekolah agamaku dulu. Didepan kelas kamu memperkenalkan namamu yang terdiri dari 2 suku kata. Kata pertama diambil dari nama Baginda kita dan kata kedua adalah nama salah satu surga. Anehnya nama itu malah terdengar menyebalkan ditelingaku. Selanjutnya kamu menyebutkan daerah asalmu dan dipersilakan duduk oleh ibu guru.Sebagai Anak perempuan yang pendiam, aku sama sekali tak memperdulikan kehadiranmu. ––jika kamu membaca s

Rumah

Hujan kembali turun, senja yang harusnya jingga kini terpaksa berubah menjadi kelabu. Perpustakaan sekolah yang awalnya sepi, kini mulai ramai oleh tetesan hujan yang jatuh menyentuh atap. Rasanya semakin enggan untukku beranjak dari sini. Bukan karena aku termasuk anak yang rajin, hingga sampai saat ini aku masih bertahan disini. Hanya saja, tempat ini adalah satu-satunya tempat dimana aku bisa mendapatkan ketenangan dan menyembunyikan semua kenangan. Ku alihakan pandanganku dari buku yang tengah ku baca. Dari tempatku duduk kini, aku bisa melihat dengan jelas setiap sudut dari ruang perpustakaan. Sepi... benar-benar sepi. Mungkin, hanya tinggal aku dan penjaga perpus yang ada disini. Ku lihat jam dipergelangan tangan, beberapa menit lagi mau tak mau aku harus segera beranjak dari sini dan kembali ke rumah. Oh iya, rumah... Tempat yang ku tinggali saat ini, masih pantaskah aku menyebutnya rumah? Bukan karena bentuknya yang tak layak tapi, karena keadaan didalamnya. Rumah berl