Bagaimanapun, cinta harus diperjuangkan bukan?
“Kita
berangkat sekarang?” tanyanya lagi, setelah hampir satu jam kami berdua dilanda
kesunyian. Ia masih berdiri ditempat yang sama sejak setengah jam yang lalu,
bersandar pada bingkai jendela yang berada tak jauh dariku.
“Entahlah, aku tak yakin.” Jawabku sambil bersandar di sofa. Tak ada sedikipun keinginan untuk ku bergeser apalagi beranjak.
“Sampai kapan?” Ia memalingkan wajah keluar jendela, tak lagi memandangku. Samar-samar aku dapat melihat kekecewaan yang tergambar jelas diwajahnya.
“Aku tak tahu!” jawabku mulai kesal. Aku tak suka ditanya hal yang sama berulang-ulang.
“Entahlah, aku tak yakin.” Jawabku sambil bersandar di sofa. Tak ada sedikipun keinginan untuk ku bergeser apalagi beranjak.
“Sampai kapan?” Ia memalingkan wajah keluar jendela, tak lagi memandangku. Samar-samar aku dapat melihat kekecewaan yang tergambar jelas diwajahnya.
“Aku tak tahu!” jawabku mulai kesal. Aku tak suka ditanya hal yang sama berulang-ulang.
“Tapi,
Ayah dan Ibuku sudah menunggu. Aku sudah berjanji untuk membawamu, calon
pengantinku.” Ia berbicara dengan lembut namun, aku tahu Ia tengah meredam rasa
kecewa.
Aku mencondongkan tubuhku kedepan, tak lagi bersandar. Aku kembali mengacak-ngacak rambutku, membuatnya semakin berantakan. Sepertinya, itu cukup menunjukan bahwa aku benar-benar merasa frustasi saat ini. “Aku harus bagaimana?” batinku. Aku kembali bertanya pada diriku sendiri. Namun tak ada jawaban.
Aku mencondongkan tubuhku kedepan, tak lagi bersandar. Aku kembali mengacak-ngacak rambutku, membuatnya semakin berantakan. Sepertinya, itu cukup menunjukan bahwa aku benar-benar merasa frustasi saat ini. “Aku harus bagaimana?” batinku. Aku kembali bertanya pada diriku sendiri. Namun tak ada jawaban.
“Kamu masih belum yakin?” tanyanya lagi. Aku hanya
menjawab dengan anggukan kepala. Ia medekatiku, menggengam erat kedua tanganku;
bemaksud untuk menguatkan.
“Aku hanya tak yakin mereka dapat menerima
kita.” Jawabku putus asa.
“Aku tahu dan aku mengerti. Tapi, kita tak
bisa terus diam seperti ini. Aku akan mencoba membuat mereka mengerti dan mau
menerima kita. Kalaupun tidak, tak apa. Yang penting kita sudah berusaha. Kita
sudah berjanji untuk terus bersama apapun yang terjadi. Itu cukup, bukan?.” Ia
mengecup lembut dahiku, lalu tersenyum. Itu selalu mampu membuatku tenang.
Dalam diam, kami saling berpandangan. Hanyut
dalam fikiran masing-masing.
Aku mencintainya sejak pertama kali kami bertemu.
Disaat-saat tersulitku, ia hadir bagai malaikat yang disiapkan Tuhan untukku.
Menyelamatkanku dari sedan putih yang hampir ku biarkan menabrak tubuhku
disuatu malam. Disaat aku benar-benar merasa kebingungan dan hampir kehilangan
akal sehatku. Aku benar-benar bersyukur Ia hadir. Jika tidak, mungkin kini aku
hanya bisa berbaring di dalam peti mati tak bernama. Ia menyelamatkan hidupku
dan membuat aku kembali merasa hidup.
Aku mencintainya sungguh, sejak pertama kali
kami bertemu. Dan hingga saat ini, setelah 2 tahun kami bersama, aku masih
mencintainya dan akan selalu mencintainya.
Aku tahu, ini salah. Kami tahu, ini salah.
Tetapi ini cinta? Aku, maksudku kami. Tak bisa berbuat apa-apa.
“Bisakah kita pergi sekarang?.” Tanyanya lagi,
seketika membuyarkan lamunanku masa laluku.
Ia tersenyum.Senyum yang selalu menenangkan,
terbingkai dalam wajahnya yang tampan dan menawan. Aku tak tahu, kenapa Tuhan
mempertemukan kami berdua dan membuat kami saling jatuh cinta. Membuat aku dan
dia terjebak dalam situasi seperti ini. Tapi aku percaya, bahwa tak ada yang
namanya kebetulan. Semua yang terjadi di dunia ini pasti beralasan.
“Tunggu sebentar, sepertinya aku butuh
berias.” Aku tersenyum dan berlari ke kamar. Menyisir rambut pendekku yang
benar-benar berantakan. Aku sempat berfikir untuk memanjangkannya tetapi,
sepertinya itu hanya akan membuat dunia semakin memandang aneh ke arah ku. Setelah
membubuhkan sedikit bedak di wajahku dan mengoleskan lipstik tipis di bibirku,
aku diam sejenak memandang wajahku di dalam cermin. “tak buruk.” Batinku.
“Sepertinya, aku siap.” Kataku sambil berjalan
ke arahnya. Saat ini aku hanya tak ingin membuat orang yang sangat aku cintai
kecewa.
Ia menggandengku ke luar rumah. “Berjanjilah,
untuk selalu berada didekatku.” Bisikku. Di ambang pintu.
“aku berjanji.” Jawabnya sambil tersenyum.
Entah apa yang akan terjadi selanjutnya,bahkan untuk membayangkannya pun aku tak mampu.
Sekarang aku hanya perlu mencoba untuk tak perduli. Selama dia selalu ada
didekatku, aku yakin semua akan baik-baik saja.
Aku tahu, ini salah. Kami tahu, ini salah.
Tetapi ini cinta? Aku, maksudku kami. Tak bisa berbuat apa-apa.
Karena Aku? Disebut mereka sebagai laki-laki
yang mencintai dia, laki-lakiku.
Bagaimanapun, cinta harus diperjuangkan bukan?
mmmm, mbak" itu typo apa bner tulisan nya cina? bukan nya cinta ya ._.
BalasHapusiya itu cinta :| typo gegara ngetiknya cepet-cepetan :'|
Hapustapi skrg udah diperbaiki :D
Endingnya sialan :))
BalasHapusmakasih banyak Mas. :$ :D
Hapusada yg perlu dikoreksi gak, master? :)
ah aku fikir..... sudahlah.. ahaha
BalasHapushehe, makasih udah baca. :)
HapusHahahhahaha siipp
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus