Dia Hidup Dihatimu


“Felix ayo berangkat ke kampus udah siang nih,” suara rasti membuyarkan lamunanku, entah sudah berapa kali aku melamun hari ini, tak seperti biasanya akhir-akhir ini aku benar-benar tak bersemangat. Aku hanya menggelengkan kepala tanpa sedikitpun menoleh ke arah rasti. “lo nunggu apa lagi ?,” lanjut rasti sambil melangkah ke arahku dengan kesal.
“gue nunggu Tiar ras,” jawabku sambil terus memandang buku yang terbuka dihadapanku, tanpa sedikitpun ada ke inginan untuk membacanya.
“kenapa sih lo masih nunggu tiar, tiar nggak akan dateng!,”
“tiar pasti dateng ras, tiar pasti dateng ! dia udah janji dia bakal dateng, dan dia selalu nepatin janjinya, dia selalu dateng buat jemput gue berangkat kuliah!,” airmata mulai mengalir dipipiku, entah sudah berapa banyak airmata yang sudah hadir akhir-akhir ini. Aku benci air mata ! sebanyak apapun aku menangis airmata tak akan pernah membuat semuanya kembali.
“felix dengerin gue ! lo harus sadar ! tiar udah nggak ada, tiar udah ada disurga lo gak boleh kayak gini terus gimanapun lo masih punya kehidupan, sesayang apapun lo sama dia lo harus tetep ikhlas biarin tiar tenang!,” bentak rasti.
“gue tau lo bohong ! tiar janji dia bakal dateng, dia juga janji gak akan pernah ninggalin gue !,” bentakku. Entah mungkin aku sudah kehilangan akal sehatku sampai-sampai aku jadi seperti ini tapi siapapun orangnya tak akan mungkin bisa menjadi biasa saja saat harus kehilangan orang yang dicintainya.
“FELIX SADAR ! gue mohon lo gak boleh kayak gini terus !,” bentak rasti. Aku berdiri dari atas tempat tidurku memandang tajam pada sosok dihadapanku.
“lo bisa ngomong kayak gitu karena lo nggak ngerasain apa yang gue rasain, lo gak tau gimana sakitnya kehilangan orang yang bener-bener lo sayang. Semuanya nggak segampang kaya apa yang lo ucapin !,”ucapku sinis bangkit dari atas tempat tidurku.
Tergambar jelas ekspresi kaget diwajah rasti, sejujurnya aku tak ingin berbicara seperti itu tapi entah kenapa ada rasa yang mendorongku untuk berbecara seperti itu. Aku bosan mendengar ucapan orang-orang yang dengan sok taunya menyuruhku untuk melakukan hal yang mungkin jika mereka yang merasakan tak akan sanggup untuk melakukannya ! kenapa semua orang cuma bisa bicara tanpa mengerti apa yang mereka ucapkan, tanpa tahu apa yang orang lain rasakan.
“maafin gue fel, gue gak maksud kayak gitu. Gue cuma gak mau lo terus-terusan kayak gini gue pengen lo jadi felix yang dulu, yang selalu ceria, yang gak pernah putus asa,” suara rasti melemah.
“gue gak bisa ras,” jawabku putus asa menjatuhkan diriku kelantai kamar yang keras, membenamkan wajahku pada kedua lututku membiarkan air mata menenangkanku.
“lo bisa, gue tau lo bisa, lo cuma gak mau nyoba,” ucap rasti sambil berjongkok didepanku, menggenggam tanganku erat.
“gue kangen tiar ras, udah seminggu tiar pergi, tapi gak sedikitpun gue bisa ngelupain dia,”
“gue tau sampai kapanpun lo gak akan bisa ngelupain tiar, gue gak nyuruh lo buat lupain tiar tapi gue nyuruh lo buat ngelanjutin hidup lo ada atau nggak adanya tiar,”
Aku diam. Aku tak tahu harus bilang apa lagi. Seakan kejadian itu baru saja terjadi tubuhku seakan kembali ke rumah sakit, menyusuri koridor yang seakan tak berujung, berkali-kali ku cubit pipiku berharap semua ini hanya mimpi, berharap aku akan terbangun didalam kamar dan tiar baik-baik saja, berharap bahwa pesan yang mampir ke dalam inboxku hanya gurauan semata, tak mungkin tiar kecelakaan baru saja aku bersamanya, tapi apa lagi yang bisa ku lakukan saat aku harus menyadari bahwa ini semua bukan mimpi. Dari balik pintu ruang UGD aku bisa lihat tiar sedang tergeletak bersimbah darah diatas ranjang dikelilingi suster yang sibuk melakukan gerakan-gerakan yang tak ku mengerti.
“tuhan aku mohon, tolong jaga tiar, sembuhkan tiar, jangan biarkan dia kesakitan kayak gitu,”bisikku berbalik menyandarkan tubuhku ke dinding rumah sakit, aku tak sanggup melihat tiar seperti itu. Airmata bercampur peluh membanjiri tubuhku aku tak perdulikan hal itu yang aku perdulikan saat ini hanya tiar.
Tak berapa lama dokter keluar dengan wajah penuh rasa lelah. Aku berdoa dalam hati berharap semuanya akan baik-baik saja. “Tiar gak papa kan dok ?,” tanya tante seiva mendahuluiku, suara serak akibat terus-terusan menangis menyadarkanku bahwa bukan hanya aku yang merasa kehilangan disini, semua orang merasakan hal yang sama denganku.
“maaf kami sudah melakukan yang dapat kami lakukan, tapi tuhan berkehendak lain pasien terlalu banyak kehabisan darah dan lukanya sangat parah, pasien tak dapat tertolong,” suara dokter yang lembut terdengar seeperti pisau tajam yang menusuk tepat ke jantungku.
“dokter bohongkan ! dokter pasti bohong ! tiar gak papa dok, tiar pasti selamat, tiar gak akan pernah tinggalin felix !,” teriaku histeris, setelah itu aku tak tahu apa lagi yang terjadi semuanya berubah hitam dan aku tak sadarkan diri.
“fel ! felix lo kok diem aja,” ucap rasti sambil mengguncang-guncang tubuhku membuyarkan semua lamunanku.
“Tiar ... please ! Kembalii ..,” ucapku lemah.
tiar gak pernah pergi fel, dia selalu ada disini .. dihati lo,”
Aku tersenyum. Benar kata rasti aku tak boleh seperti ini, ada atau tidak adanya tian aku harus tetap menjalani hidupku, aku tak akan pernah bisa melupakan tiar karena tiar hidup dihatiku dan selalu mengiringi setiap perjalanan hidupku, tiar tak mungkin senang bila aku terus seperti ini. Aku harus melanjutkan hidupku. Aku peluk rasti “makasih ya ras,”
“loh kok makasih sama gue ? makasih sama diri lo sendiri yang sanggup buat bangkit,” jawab rasti sambil tertawa.
 “jadi apa hal pertama yang harus gue lakuin sekarang ?,” tanyaku bersemangat.

 “mandi !,” jawab rasti sambil tertawa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sudah Setahun

Buku-buku Tentang Manusia

Dengarkan Aku